ADASWARA.COM, KENDARI– Belum lama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan hasil survei 2022 yang menyebut Kota Kendari Sulawesi Tenggara (Sultra) menduduki peringkat kedelapan sebagai kota dengan biaya hidup rumah tangga paling tinggi di Indonesia, yakni mencapai Rp10,2 juta perbulan.
Hal ini perlu diwaspadai karena akan berpengaruh buruk terhadap kesejahteraan masyarakat daerah. Bahkan berpotensi menambah angka kemiskinan di wilayah setempat.
Pengamat Ekonomi Sulawesi Tenggara (Sultra) Dr Syamsir Nur mengatakan, dampak tingginya biaya hidup paling dirasakan masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
“Kenaikan biaya hidup itu tentu bagi kelompok masyarakat yang kategori pendapatan rendah akan terasa bagaimana dia akan terganggu kesejahteraannya atau bahkan kemiskinan akan bertambah,” kata Syamsir kepada AdaSwara.com, Sabtu (16/12/2023).
Dijelaskan, tingginya biaya hidup di suatu wilayah dilihat dari berapa besar pengeluaran konsumsi makanan maupun non makanan. Salah satu penyebabnya adalah tingginya inflasi, di mana Kota Kendari selama tiga bulan terakhir mengalami inflasi tertinggi.
“Di bulan Oktober kita inflasi tertinggi di Indonesia dan november kita kedua, sehingga kemudian inflasi yang tinggi ini menyebabkan penduduk di Kendari mesti harus merogok koceknya akibat kenaikan harga barang terutama beras. Sebagai informasi pengeluaran konsumsi makanan beras penduduk Kota Kendari itu sekitar 27 persen,” jelasnya.
Dengan demikian, lanjutnya, salah satu yang perlu diatasi adalah kenaikan harga beras. Dalam hal ini pemerintah perlu hadir memberikan solusi dan perlindungan sosial jangka panjang.
“Langkah pemerintah selama ini dengan melakukan kegiatan pasar murah adalah langkah jangka pendek, tidak bisa dijadikan kebijakan jangka panjang karena itu tidak bisa dilakukan terus menerus,” urainya.
Langkah jangka panjang dimaksud adalah pemerintah mesti selalu memastikan ketersediaan kebutuhan pokok agar tidak terjadi lonjakan harga. Kemudian, dari sisi distribusi dari produsen ke konsumen juga harus dipastikan aman dan tepat sasaran dengan memaksimalkan pengawasan dan evaluasi.
“Jadi dalam hal ini pemerintah harus memaksimalkan fungsi stabilisasi, fungsi alokasi, dan fungsi distribusi,” pungkasnya. (adm)