Menanti Keadilan Hakim PN Andoolo untuk Pejuang Lingkungan Torobulu

  • Bagikan

ADASWARA.COM, KENDARI – Proses hukum yang panjang harus dilalui pejuang lingkungan, Andi Firmansyah (41) dan Haslilin (31). Kedua warga Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) Sulawesi Tenggara (Sultra) itu, dikriminalisasi karena dianggap melawan perusahaan tambang yang beroperasi di desanya yakni PT Wijaya Inti Nusantara (WIN).

Kini, Andi Firmansyah dan Haslilin akan menghadapi sidang tuntutan jaksa penuntut umum di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Andoolo pada Selasa 27 Agustus 2024. Dengan demikian, perkara hukum yang dihadapi semakin mendekati tahapan putusan. Nasib keduanya pun tergantung palu hakim yang diharap dapat memberikan keadilan.

“Kita semua akan menjadi saksi, apakah majelis hakim yang memeriksa perkara ini berpihak pada keadilan dan lingkungan hidup. Atau sebaliknya, membuat putusan yang secara langsung membuat kerusakan lingkungan terus terjadi,” kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra, Andi Rahman, saat menggelar konfrensi pers di Kota Kendari baru-baru ini.

Dikatakan, memidanakan warga yang memperjuangkan lingkungan hidup tersebut sama dengan membiarkan kerusakan lingkungan terus terjadi. Terlebih, aktivitas pertambangan PT WIN di Desa Torobulu masih terus berlanjut dan nyata terlihat telah merusak lingkungan hidup warga setempat.

“Aktivitas pertambangan PT WIN di Desa Torobulu sangat berdampak pada warga setempat karena sumber mata air mereka ditambang, debu beterbangan masuk ke rumah-rumah mereka, kebisingan akibat aktivitas alat berat, lubang tambang yang menganga yang sangat membahayakan warga serta dugaan pencemaran di wilayah pesisir pantai,” ungkap Andi Rahman.

Ironisnya, perusakan lingkungan yang terus terjadi terkesan dibiarkan oleh pemerintah dan penegak hukum setempat. Sementara warga yang terdampak langsung dan berjuang untuk mempertahankan lingkungan hidupnya, justru dikriminalisasi karena dianggap menghalangi aktivitas perusahaan tambang nikel itu.

Diungkapkan Haslilin, sejak dirinya dilaporkan hingga ditetapkan sebagai sebagai terdakwa di pengadilan, dirinya sama sekali tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Bahkan ibu rumah tangga ini kesannya disalahkan karena dianggap menghalangi perusahaan yang telah menciptakan lapangan kerja bagi warga setempat.

“Saya sampai tidak diajak bicara oleh warga bahkan keluarga saya sendiri karena saya dianggap kepala batu. Padahal saya hanya berusaha memperjuangkan tanah kelahiran saya yang sudah hancur karena tambang, sehingga saya akan terus berjuang,” ungkap Haslilin.

Melihat kondisi desanya yang tidak bersahabat lagi, Haslilin memilih tinggal di desa tetangga namun langkah perjuangannya melawan tambang tidak berhenti. Anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar juga terpaksa dipindahkan ke sekolah lain, karena kerap diejek akibat masalah hukum yang dihadapi ibunya.

Lain halnya dengan Andi Firmansyah, yang tetap memilih bertahan tinggal di Desa Torobulu. Upayanya untuk melawan perusahaan tambang juga tidak pernah berhenti meski harus berurusan dengan penegak hukum.

“Beberapa kali pihak pemerintah mengadakan pertemuan tapi mereka hanya mendukung perusahaan agar tetap jalan. Sementara aktivitas PT WIN ini sudah ugal-ugalan yang menambang sampai di lahan sekolah dan pemukiman warga,” ungkap Andi Firmansyah.

Dalam beberapa kali kesempatan, Andi Firmansyah mengaku telah meminta dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) PT WIN namun tidak pernah diberikan dengan berbagai alasan. Sementara aktivitas perusahaan ini sangat jelas di depan mata sudan merusak lingkungan warga Desa Torobulu.

Hal ini juga diakui Tim Advokasi Rakyat Torobulu, Muhammad Ansar, dari Lembaga Bantuan Hukum Makassar. Dia menyebutkan, dokumen AMDAL PT WIN terkesan sengaja dirahasiakan.

“Padahal, AMDAL adalah dokumen yang harus diberikan perusahaan kepada warga sebagai dasar untuk memantau dan mengelola lingkungan,” ungkap Ansar.

Demikian halnya disampaikan Ady Anugrah Pratama dari Trend Asia yang ikut tergabung dalam Tim Advokasi Rakyat Torobulu. Katanya, kerusakan lingkungan terus terjadi dan ancaman kerusakan di depan mata akibat aktivitas pertambangan PT WIN. Sehingga, kehadiran pejuang lingkungan menjadi penting untuk menyampaikan kritik dan pendapat agar kerusakan lingkungan dan dampak buruk lainnya tidak meluas.

“Terlebih jika kritik dan penyampaian pendapat itu dilakukan oleh mereka yang terdampak langsung. Tapi ini justru mereka (Andi Firmansyah dan Haslilin) justru dikriminalisasi,” terangnya.

Ditegaskan, jika para penegak hukum melihat aspek perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan hidup, Andi Firmansyah dan Haslilin mestinya tak diadili di persidangan. Olehnya, hakim yang menangani perkara tersebut diharap benar-benar adil dan menetapkan putusan sebagaimana mestinya.

“Kami selaku Tim Advokasi Rakyat Torobulu juga telah meminta Komisi Yudisial untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap hakim yang memeriksa perkara kriminalisasi pejuang lingkungan Torobulu. Kami berharap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Andoolo yang memeriksa perkara ini memutus bebas atau lepas kedua terdakwa pejuang lingkungan Torobulu,” tukasnya.

Sementara, itu meski telah berstatus terdakwa, Andi Firmansyah dan Haslilin tak ditahan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) KUHAP. Keduanya didakwa melanggar Pasal 162 Undang-undang R.I Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-undang R.I. Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ada)

Baca Juga Berita AdaSwara.com di Google News: https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMIyQqAwwnpi2BA
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *