ADASWARA.COM, KENDARI – Sejumlah warga pejuang lingkungan di Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, terus berjuang agar kerusakan lingkungan di desanya tidak berlarut-larut. Mereka berharap agar aktivitas pertambangan PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) yang dianggap menjadi biang kerusakan, dapat dihentikan.
Aksi demi aksi pun terus dilakukan. Sayangnya, upaya perjuangan dan perlawanan itu tak kunjung membuahkan hasil. Sebab, PT WIN masih bebas beroperasi tanpa tindakan tegas dari pihak berwenang.
“Kami sudah lelah hadapi kerusakan lingkungan. PT WIN Harus Berhenti Beroperasi di Torobulu,” kata salah satu warga, Hermina, yang tergabung dalam Aliansi Pejuang Lingkungan dan HAM Torobulu.
Dikatakan, aktivitas pengerukan ore nikel di area pemukiman warga dan gedung SDN 12 Laeya di Desa Torobulu, menjadi bukti nyata perusakan lingkungan yang dilakukan PT WIN. Hal ini juga menjadi bukti nyata lemahnya pengawasan dari pihak terkait yang tidak peduli dengan dampak kerusakan yang telah terjadi.
“PT Wijaya Inti Nusantara tidak memperhatikan lingkungan dalam mengeruk ore nikel di SDN 12 Laeya. Sementara ada puluhan jiwa generasi penerus bangsa yang seharusnya dijauhkan dari aktivitas pertambangan yang bisa berdampak pada mereka,” ujarnya Hermina di sela-sela aksi unjuk rasa yang digelar pada Senin 11 Februari 2025.
Ditegaskan, aktivitas PT WIN jelas keluar dari koridor yang telah tertuang dalam regulasi. Namun, evaluasi dari pihak terkait dalam hal ini pemerintah tak pernah ada dan bahkan terkesan tutup mata.
“Saya juga menyayangkan betapa lemahnya pengawasan lembaga-lembaga terkait untuk mengevaluasi aktivitas PT WIN yang beroperasi di Torobulu,” tegasnya.
Diketahui, PT WIN adalah salah satu perusahaan yang beroperasi di Desa Torobulu sejak 2017. Pada 2019, PT WIN mulai meresahkan warga karena menambang di pemukiman dan sekolah dasar hingga memicu konflik sosial, seperti hubungan antar saudara jadi renggang, sesama tetangga tak lagi guyub, hingga hubungan suami istri tak lagi harmonis gegara beda pendapat soal perusahaan tersebut.
Aktivitas PT WIN sempat berhenti beberapa waktu, namun pada 19 Januari 2025 perusahaan ini kembali menyasar lahan yang hanya berjarak kurang lebih 5 meter dengan pagar SDN 12 Laeya.
Hal itu pun memicu warga yang tergabung dalam Aliansi Pejuang Lingkungan dan HAM Torobulu kembali melakukan aksi unjuk rasa tepat di area gedung sekolah yang dikeruk PT WIN. Namun, saat aksi berlangsung aktivitas pertambangan nihil dan tak ada satu pun dari pihak perusahaan yang berhasil ditemui massa aksi.
“Harapan kami, hentikan penambangan di Desa Torobulu dan segera mencabut IUP PT WIN karena sudah melanggar aturan penambangan. Saya berjuang sampai saat ini karena perusahaan semakin menyerobot lahan-lahan yang ada di pemukiman dan kalau bukan kita yang berjuang menyelamatkan desa siapa lagi,” tutur Darniati Dian Saputri, salah satu orangtua siswa SDN 12 Laeya. (Ada)