ADASWARA.COM, KENDARI – Bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Sulawesi Tenggara (Sultra) ke-61, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) diberi penghargaan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) Peringkat Biru Tahun 2023-2024. Penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) itu diserahkan langsung oleh gubernur, Andi Sumangerukka.
Namun, penghargaan tersebut dinilai tidak layak diterima PT GKP. Perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan ini, telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan memberikan dampak buruk bagi masyarakat setempat.
Hal itu ditegaskan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sultra, Andi Rahman. Kata dia, pihaknya memiliki sejumlah catatan terkait aktivitas pertambanhan PT GKP di Wawonii.
“Akibat aktivitas pertambangan PT GKP di Pulau Wawonii, terjadi kerusakan ekologis, perampasan ruang hidup, dan konflik sosial,” kata Andi Rahman pada Minggu 27 April 2025.
Dijelaskan, Pulau Wawonii adalah pulau kecil yang secara hukum seharusnya dilindungi dari aktivitas pertambangan, sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Ia pun membeberkan sejumlah fakta lapangan terkait aktivitas PT GKP di Wawonii. Pertama, terjadi deforestasi. Di mana, berdasarkan analisis citra satelit tahun 2023-2024, telah terjadi kehilangan tutupan hutan ± 214 hektar di wilayah konsesi PT GKP.
Kedua, kerusakan sungai dan air bersih. Sungai Lansilowo dan Sungai Roko-Roko mengalami sedimentasi berat dengan kekeruhan air di atas 800 NTU. Ketiga, pencemaran laut hingga terjadi penurunan hasil tangkapan ikan oleh nelayan sebesar 60% dalam dua tahun terakhir.
Keempat, hilangnya mata pencaharian karena petani kelapa dan kakao mengalami penurunan produktivitas hingga 40%. Kemudian kelima, terjadi kriminalisasi warga, yang mana sejak 2019, 26 warga dipanggil aparat, 6 di antaranya menghadapi ancaman pidana pada 2024.
“Sehingga, pemberian PROPER Biru kepada PT GKP adalah bentuk pengabaian terhadap fakta kerusakan ekologis dan pelanggaran hak-hak masyarakat di Pulau Wawonii. PROPER hanya menilai kepatuhan administratif, tetapi mengabaikan realitas kehancuran lingkungan dan konflik sosial di lapangan,” tegas Andi Rahman.
Andi Rahman melanjutkan, kementerian harusnya lebih jujur dan transparan. Masyarakat Wawonii sudah kehilangan sumber air bersih, kehilangan mata pencaharian, dan hidup dalam ketakutan kriminalisasi.
“Ini bukti nyata bahwa operasi tambang PT GKP tidak bisa disebut sebagai operasi yang berkelanjutan, apalagi layak diberi penghargaan,” ketusnya.
Sejumlah desakan kemudian disampaikan WALHI atas penghargaan PT GKP tersebut. Pertama, mendesak evaluasi ulang pemberian PROPER kepada PT GKP berdasarkan audit lingkungan yang melibatkan masyarakat terdampak. Kedua, menghentikan seluruh aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii untuk melindungi ekosistem pulau kecil. Ketiga, mencabut izin pertambangan PT GKP sesuai amanat perlindungan pulau kecil berdasarkan UU. (ADA)