ADASWARA.COM, KENDARI – Perusahaan sawit PT Merbau menggusur lahan pertanian sejumlah warga di Desa Rakawuta, Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra). Tindakan ini mendapat kecaman dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sultra.
Direktur WALHI Sultra Andi Rahman menegaskan, apa yang dilakukan PT Merbau adalah penggusuran paksa. Hal ini menyebabkan dampak serius bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari lahan pertanian mereka.
“Kami menilai bahwa tindakan PT Merbau ini adalah bentuk perampasan tanah yang tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga melanggar hak asasi manusia dan prinsip-prinsip reforma agraria yang seharusnya melindungi petani dan masyarakat adat dari kehilangan akses terhadap tanah mereka,” kata Andi melalui rilis persnya yang diterima media ini pada Minggu 16 Maret 2025.
Dijelaskan, berdasarkan laporan dari warga dan investigasi lapangan, penggusuran ini didasarkan pada transaksi jual beli tanah yang dilakukan oleh mantan Kepala Desa Rakawuta, Iskandar Marhab, pada 2010 lalu, tanpa sepengetahuan dan persetujuan penuh dari pemilik lahan. Lahan seluas 62,5 hektar yang dijual kepada PT Merbau mencakup tanah-tanah milik warga, yang telah lama dikelola dan menjadi sumber penghidupan utama mereka.
Seiring berjalannya waktu, warga menemukan bahwa sebagian lahan mereka telah diperjualbelikan tanpa sepengetahuan mereka. Ketika warga berupaya mempertahankan hak mereka, PT Merbau justru tetap melakukan penggusuran paksa dengan dalih telah membeli tanah tersebut.
Hingga saat ini, sebut Andi, sekitar 68 hektar lahan telah digusur, termasuk kebun lada produktif milik warga.
Mendesak Tindakan Tegas Pemerintah
WALHI Sultra mendesak Pemerintah Daerah, Bupati Konawe Selatan, dan Gubernur Sultra untuk menghentikan penggusuran paksa dan memberikan perlindungan kepada warga Rakawuta. Kemudian, meninjau kembali legalitas transaksi jual beli tanah yang dilakukan oleh mantan Kepala Desa, Iskandar Marhab, dengan PT Merbau.
Selanjutnya, WALHI juga mendesak pemerintah memastikan pemenuhan hak-hak masyarakat atas tanah mereka, serta menghentikan segala bentuk intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan.
Kemudian, pemerintah mengambil langkah hukum terhadap pelaku yang terlibat dalam transaksi ilegal yang menyebabkan hilangnya tanah warga.
“Kami juga menyerukan kepada Komnas HAM, DPR RI, dan lembaga hukum terkait untuk turut serta dalam penyelesaian konflik agraria ini dan memastikan bahwa hak-hak masyarakat Rakawuta tidak dikesampingkan demi kepentingan korporasi,” tegas Andi. (*)