ADASWARA.COM, MAKASSAR — Isu transisi energi yang kerap dianggap rumit dan jauh dari keseharian publik, hadir dalam bentuk berbeda di Festival Media 2025. Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) bersama kelompok budaya Antologi Manusia dan proyek kolaborasi seni-jurnalisme Fermentasi Radiasi menampilkan pertunjukan teater berjudul “Amin dalam Amin” di halaman Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam) pada Minggu 14 September 2025.
Pertunjukan ini menjadi cara baru untuk menyampaikan laporan jurnalistik kepada publik. Tiga liputan mendalam tentang transisi energi di Indonesia—konflik pembangunan geothermal Padarincang (Project Multatuli), problem ketenagakerjaan di PLTS Cirata (Kompas.id), dan dampak PLTU Tabalong (Mongabay)—dihadirkan kembali melalui bahasa seni pertunjukan.
“Program ini adalah upaya untuk mendekatkan laporan jurnalistik mengenai transisi energi berkeadilan kepada publik. Masalah yang dialami masyarakat nyata, dan melalui teater ini publik diajak untuk ‘mengalami’-nya secara langsung,” ujar Direktur Eksekutif PPMN, Fransisca Ria Susanti melalui rilis pers yang diterima media ini.
Ia berharap pendekatan ini tidak hanya menumbuhkan empati, tetapi juga mendorong keterlibatan publik dalam menyikapi persoalan energi di tanah air.
Naskah teater ditulis dan disutradarai Rachmat Mustamin, yang mengemasnya dengan nuansa pengajian, terinspirasi dari artikel “Perempuan Padarincang Melawan Proyek Geothermal Banten” milik Project Multatuli. “Pertunjukan ini tentang doa. Seperti doa, ada harapan, ada pertanyaan, dan ada pencarian jawaban,” jelasnya.
Dengan memadukan seni dan jurnalisme, “Amin dalam Amin” menegaskan bahwa berita tidak hanya bisa dibaca, tetapi juga dirasakan. Penonton diajak memahami sisi lain dari proyek energi terbarukan—yang di balik klaim solusi hijau—justru dapat melahirkan konflik sosial, kehilangan mata pencaharian, hingga ancaman kesehatan.
Meski hanya digelar sekali di Makassar, publik tetap bisa menyaksikan rekamannya melalui kanal YouTube Fermentasi Radiasi. PPMN menegaskan karya ini sebagai langkah awal untuk terus mengeksplorasi medium kreatif dalam mendiseminasikan hasil liputan jurnalistik, sehingga publik tidak hanya membaca berita, tetapi juga merasakannya sebagai pengalaman kolektif. (*)